Klaim Pengangguran AS Dorong Kenaikan Indeks Saham dan Harga Minyak

Klaim Pengangguran AS Dorong Kenaikan Indeks Saham dan Harga Minyak

Klaim Pengangguran AS Menurun, Wall Street Dibuka Menguat

Tiga indeks utama di Wall Street—Dow Jones Industrial Average, S&P 500, dan Nasdaq Composite—dibuka menguat setelah rilis data klaim pengangguran AS yang lebih baik dari perkiraan. Dow Jones naik 176,9 poin (0,46%) menjadi 38.940,38, sementara S&P 500 melonjak 53,1 poin (1,02%) menjadi 5.252,57. Nasdaq, yang terdiri dari banyak saham teknologi, mencatat kenaikan tertinggi dengan peningkatan 212,5 poin (1,31%) menjadi 16.408,265.

Data terbaru dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan klaim pengangguran turun 17.000 menjadi 233.000 pada pekan yang berakhir 3 Agustus, penurunan terbesar dalam 11 bulan terakhir. Penurunan ini mengisyaratkan stabilitas pasar tenaga kerja AS, mengurangi kekhawatiran akan resesi yang sebelumnya membayangi pasar. Sebagian besar ekonom yang disurvei sebelumnya memperkirakan klaim akan mencapai 240.000, namun hasil yang lebih baik dari ekspektasi ini memberikan sentimen positif bagi pasar saham.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve) masih mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25%-5,50% sejak Juli lalu. Meskipun demikian, para pembuat kebijakan mengisyaratkan kemungkinan penurunan suku bunga pada pertemuan berikutnya di bulan September, yang semakin mendorong optimisme di pasar.

Bursa Asia Mengikuti Kenaikan Wall Street, Investor Optimis

Bursa saham Asia-Pasifik juga bergerak positif menyusul tren kenaikan di Wall Street. Indeks Nikkei Jepang naik lebih dari 2% pada awal perdagangan, menguat 555,52 poin (1,59%) menjadi 35.386,67 dalam waktu 15 menit pertama. Indeks Topix juga menguat 1,25% menjadi 2.492,42.

Di Korea Selatan, indeks KOSPI naik 1,48% menjadi 2.594,60, dengan saham-saham utama seperti Samsung Electronics dan SK Hynix masing-masing naik 2,32% dan 4,59%. Saham-saham lainnya seperti LG Energy Solution dan Hyundai Motor juga mencatat kenaikan signifikan.

Sementara itu, di Australia, indeks S&P/ASX 200 naik 0,7% menjadi sekitar 7.740 pada pembukaan pasar, memulihkan beberapa kerugian dari awal pekan ini. Namun, Gubernur Reserve Bank of Australia, Michele Bullock, memperingatkan bahwa bank sentral tidak akan ragu untuk menaikkan suku bunga lagi jika diperlukan untuk melawan inflasi, mengingat prospek ekonomi yang masih tidak pasti.

Harga Minyak Menguat Tiga Hari Beruntun Berkat Data Positif Tenaga Kerja AS

Harga minyak mentah mencatat kenaikan selama tiga hari berturut-turut, didorong oleh perbaikan data pasar tenaga kerja AS yang meredakan kekhawatiran akan resesi. Minyak Brent naik 1,24% menjadi USD 82,72 per barel, sementara WTI menguat 1,28% menjadi USD 76,19 per barel.

Kenaikan harga minyak ini membantu memulihkan posisi dari level terendah sejak awal tahun. Data dari Biro Ketenagakerjaan AS menunjukkan klaim pengangguran yang lebih rendah dari perkiraan, yang menjadi angin segar bagi pasar energi. Selain itu, penurunan persediaan minyak di AS sebesar 3,7 juta barel pekan lalu, yang melebihi ekspektasi analis, turut mendukung kenaikan harga.

Namun, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya setelah pembunuhan anggota senior kelompok militan Hamas dan Hizbullah, menambah kekhawatiran atas pasokan minyak dari wilayah tersebut. Laporan insiden di lepas pantai Yaman oleh UK Maritime Trade Operations (UKMTO) juga memicu kekhawatiran tambahan.

Ekonom: Indonesia Terlalu Cepat Tinggalkan Industri Padat Karya

Beberapa ekonom mengkritik strategi Indonesia yang terlalu cepat beralih dari industri padat karya seperti tekstil, sebelum berhasil keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Menurunnya daya saing industri tekstil, yang ditandai dengan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut, menjadi salah satu indikator deindustrialisasi di Indonesia.

Sejak awal 2024, lebih dari 11.000 pekerja di sektor tekstil kehilangan pekerjaan akibat penutupan pabrik, dan angka ini diperkirakan akan terus bertambah. Menurut Ekonom Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati, Indonesia seharusnya fokus mempertahankan industri padat karya untuk meningkatkan daya saing terhadap barang impor, baik yang legal maupun ilegal.

Deindustrialisasi yang terjadi saat ini dapat memperburuk situasi ekonomi Indonesia, yang masih berada dalam kategori ‘middle income trap’ menurut Bank Dunia. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia, melalui Deputi III Kepala Staf Kepresidenan, Edy Priyono, menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengarahkan perhatian pada revitalisasi industri padat karya, khususnya tekstil dan produk tekstil.

Berita mengenai  dampak data AS yang membuat pasar tegang namun optimis ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman akan kebijakan moneter dalam trading.